By : Syaheed Asa
Keputusan Khalifah Umar bin
al-Khaththab ra. Untuk menjadikan penanggalan Hijrah sebagai penanggalan Islam
mulai awal Tahun Hijrah berpatokan pada peristiwa hijrah Rasul saw. dari Makkah
ke Madinah.—yang kemudian disepakati oleh para sahabat—tentu memiliki makna
besar. Peristiwa hijrah Baginda Nabi saw. dari Makkah ke Madinah adalah
momentum penting dalam lintasan sejarah perjuangan Islam dan kaum Muslim.
Dengan hijrah itulah masyarakat Islam terbentuk untuk pertama kalinya. Lewat
pintu hijrah itu pula, Islam sebagai sebuah ideologi dan sistem bisa ditegakkan
dalam intitusi negara, yakni Daulah Islamiyah di Madinah Munawarah.
Karena itu makna dan spirit
hijrah itu penting untuk diresapi serta direalisasikan untuk menghela perubahan
masyarakat saat ini. Dengan begitu akan terwujud kembali masyarakat Islam yang
diliputi keberkahan dan keridhaan dari Allah SWT. Dan tentunya semangat hijrah
ini juga penting untuk ditanamkan kepada anak-anak kita.
Sungguh orang-orang yang beriman, berhijrah dan berjihad di jalan
Allah, itulah mereka yang benar-benar mengharapkan rahmat Allah. Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang (TQS al-Baqarah [2]: 218).

Siapa saja yang berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka akan mendapatkan di bumi ini tempat hijrah yang luas dan (rezeki) yang banyak. Siapa saja yang keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpa dirinya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh pahalanya telah ditetapkan di sisi Allah. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (TQS an-Nisa’ [4]: 100).
Ayat-ayat diatas pun menjadi
penyemangat bagi kita dan anak kita dan kum muslim seluruhnya untuk berhijrah
dan memahami makna hijrah yang sesungguhnya. Berikut tsaqodah islam yang bisa
kita sampaikan kepada ananda terkait menanamkan makna hijrah.
Makna hijrah secara bahasa
berarti berpindah dari suatu tempat ke tempat lain, dari suatu keadaan ke
keadaan lain (Lisân al-‘Arab, V/250; Al-Qâmûs al-Muhith, I/637). Menurut Rawas
Qal’ah Ji dalam Mu’jam Lughah al-Fuqahâ’, secara tradisi, hijrah bermakna
keluar atau berpindah dari satu negeri ke negeri yang lain untuk menetap di
situ. Menurut al-Jurjani dalam At-Ta’rifât, hijrah adalah meninggalkan negeri
yang berada di tengah kaum kafir dan berpindah ke Dâr al-Islâm.
Baginda Nabi saw. pernah
bersabda:
Muslim itu adalah orang yang menjadikan Muslim yang lain selamat dari
lisan dan tangannya. Orang yang berhijrah itu adalah orang yang meninggalkan
apa saja yang telah Allah larang (HR al-Bukhari, Abu Dawud, an-Nasa’i, Ahmad,
dll).
Ibnu Hajar al-Asqalani di dalam
kitab Fath al-Bâri bi Syarh Shahîh al-Bukhârî, juga al-’Alqami yang dikutip di
dalam ‘Awn al-Ma’bûd, menjelaskan bahwa hijrah itu ada dua macam: zhâhirah dan
bâthinah. Hijrah bâthinah adalah meninggalkan apa saja yang diperintahkan oleh
hawa nafsu yang selalu memerintahkan keburukan (nafsu al-ammârah bi as-sû’) dan
seruan setan. Hijrah zhâhirah adalah lari menyelamatkan gama dari fitnah
(al-firâr bi ad-dîn min al-fitan).
Ibnu Rajab al-Hanbali dalam Fath
al-Bârî Syarhu Shahîh al-Bukhârî menjelaskan, asal dari hijrah adalah
meninggalkan dan menjauhi keburukan untuk mencari, mencintai dan mendapatkan
kebaikan. Hijrah secara mutlak dalam as-Sunnah ditransformasikan ke makna:
meninggalkan negeri syirik (kufur) menuju Dâr al-Islâm. Jika demikian maka asal
hijrah adalah meninggalkan apa saja yang telah Allah larang berupa kemaksiatan,
termasuk di dalamnya meninggalkan negeri syirk untuk tinggal di Dâr al-Islâm.
Dengan demikian hijrah yang sempurna (hakiki) adalah meninggalkan apa saja yang
telah Allah SWT larang, termasuk meninggalkan negeri syirik (kufur) menuju Dâr
al-Islâm.
Dari semua itu, hijrah mungkin
bisa dimaknai sebagai momentum perubahan dan peralihan dari kemaksiatan menuju
ketaatan, dari segala bentuk kejahiliahan menuju Islam dan dari masyarakat jahiliah menuju
masyarakat Islam.
Alhasil, peralihan dan perubahan
ke arah Islam dan masyarakat Islam itulah spirit hijrah. Tentu spirit hijrah
seperti itu sangat sesuai untuk kita wujudkan saat ini di tengah kehidupan kita
kaum Muslim. Kondisi masyarakat modern saat ini, jika dibandingkan dengan
kondisi masyarakat jahiliah pra hijrah, tampak banyak kemiripan, dan bahkan
dalam beberapa hal justru lebih buruk. Ciri utama masyarakat jahiliah dulu
adalah kehidupan diatur dengan aturan dan sistem jahiliah buatan manusia. Pada
masyarakat Quraisy, aturan dan sistem kemasyarakatan dibuat oleh para pemuka
kabilah. Hal itu mereka rumuskan melalui pertemuan para pembesar dan tetua
kabilah di Dar an-Nadwah. Kondisi yang sama persis juga berlangsung saat ini.
Kehidupan diatur dengan aturan dan sistem buatan manusia yang dibuat oleh
sekumpulan orang dengan mengatasnamakan rakyat.
Dalam masalah ekonomi ada riba,
manipulasi, kecurangan dalam timbangan dan takaran, penimbunan, eksploitasi
oleh pihak ekonomi kuat terhadap ekonomi lemah, konsentrasi kekayaan pada
segelintir orang, dsb. Semua itu kental mewarnai kehidupan ekonomi masyarakat
jahiliah pra hijrah. Hal yang sama juga mewarnai kehidupan ekonomi modern saat
ini. Penipuan ekonomi banyak terjadi. Harta juga terkonsentrasi pada segelintir
kecil orang. Satu persen dari masyarakat menguasai lebih dari 60 persen
kekayaan yang ada. Satu orang menguasai tanah ratusan ribu hektar bahkan lebih
dari satu juta hektar. Riba merajalela. Bahkan saat ini riba justru menjadi
pilar sistem ekonomi dan negara menjadi salah satu pelaku utamanya. Negara
bahkan gemar menumpuk utang ribawi yang menjadi beban rakyat hingga Rp 3.700
triliun rupiah.
Pada aspek sosial, masyarakat
jahiliah pra hijrah identik dengan kebobrokan moral yang luar biasa. Mabuk,
pelacuran dan kekejaman menyeruak di mana-mana. Anak-anak perempuan yang baru
lahir pun dibunuh, bahkan dengan cara dikubur hidup-hidup. Kondisi sosial masyarakat jahiliah itu juga
banyak terjadi pada masyarakat modern saat ini. Perzinaan difasilitasi dengan
lokalisasi dan dilegalkan atas nama investasi dan retribusi. Tak sedikit pula bayi yang dibunuh saat baru
lahir. Jika dulu bayi perempuan yang dibunuh, sekarang bayi laki-laki atau
perempuan yang dibunuh. Bahkan mereka dibunuh sebelum lahir melalui aborsi.
Jumlahnya pun mencapai jutaan kasus aborsi yang terjadi setiap tahunnya.
Dalam aspek politik dan
konstelasi internasional, bangsa Arab jahiliah pra hijrah bukanlah bangsa yang
istimewa. Dua negara adidaya saat itu, Persia dan Byzantium, sama sekali tidak
melihat Arab sebagai sebuah kekuatan politik yang patut diperhitungkan. Begitu pula saat ini. Negeri-negeri kaum
Muslim, termasuk negeri ini, juga tidak pernah diperhitungkan oleh
negara-negara lain, kecuali sebagai obyek jajahan. Kekayaan alam negeri kita
dijadikan jarahan oleh negara-negara penjajah dan para kapitalis. Jutaan
kilometer persegi perairan dan jutaan hektar daratan negeri ini sudah
dikapling-kapling untuk perusahaan-perusahaan yang kebanyakan asing.
Karena itu tepat jika kondisi
kehidupan saat ini disebut jahiliah modern. Maju secara sains dan teknologi,
namun aturan dan sistemnya tetap aturan dan sistem jahiliah; aturan dan sistemnya
tetap buatan manusia.
Semangat Hijrah Masa Kini
Fakta masyarakat dengan
kejahiliahan modern itu perlu kita ubah menjadi masyarakat Islam. Inilah yang
juga dilakukan oleh Rasul saw. dan para sahabat beliau. Di situlah pentingnya
spirit hijrah. Spirit hijrah itu adalah spirit perubahan dan peralihan dari
kemaksiatan menuju ketaatan, dari segala bentuk kejahiliahan menuju Islam dan
dari masyarakat jahiliah menuju masyarakat Islam. Inilah yang harus diwujudkan.
Perubahan tentu tidak akan datang
begitu saja. Perubahan itu harus kita usahakan.
Allah SWT berfirman:
...Sungguh Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum hingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri… (TQS ar-Ra’du [13]: 11).
Mewujudkan spirit hijrah itu
tidak lain adalah dengan berjuang untuk membangun masyarakat Islam. Masyarakat
Islam inilah yang juga dibangun oleh Rasul saw. dan para sahabat pasca hijrah
ke Madinah. Masyarakat di Madinah pasca hijrah tetaplah masyarakat yang
beragam, heterogen secara agama, suku, warna kulit dan lainnya. Keberagaman di
masyarakat itu bisa dikelola dengan baik melalui penerapan syariah Islam secara
kâffah atas semua warga negara. Dengan demikian kunci perwujudan masyarakat
islami pasca hijrah tidak lain adalah penerapan syariah Islam secara kâffah
atas semua warga negara di dalam Daulah Islam.
Betapa pentingnya menanamkan
makana hijrah dan mentransfer semangat hijrah dalam diri anak kita agar menjadi
generasi pemimpin ditengah umat yang senantiasa melakukan perubahan kearah
kebaikan dan perbaikan. Semoga kita termasuk orangtua yang selalu berusaha
mewujudkannya, aamin..
WalLâhu a’lam. []
Sumber : Buletin Kaffah Spirit Hijrah
Like dan Share : FB Homeschooling PPU
Email : hsgkuppu@gmail.com
Telp/WA : 0853 4848 9448 (Faiz Abdillah)
Email : hsgkuppu@gmail.com
Telp/WA : 0853 4848 9448 (Faiz Abdillah)
Donasi, Infaq, Shodaqoh serta Dukungan dari ayah bunda untuk HSG PPU silahan klik: DONASI
0 komentar:
Posting Komentar