Selamat Datang di Homeschooling setara SD Penajam Paser Utara

Ahlan wa sahlan kepada ayah bunda dimanapun berada. Alhamdulillah bersua lagi di laman web homeschooling PPU setara SD, semoga ayah bunda mendapatkan banyak inspirasi kebaikan di dalamnya

Tertawa Itu Secukupnya

Islam adalah agama yang sempurna, semua aktifitas kehidupan pada diri manusia telah diatur didalamnya.

Kreasi Majalah dinding-mading ananda HSG PPU

Alhamdulillah hari ini siswa siswi HSG setara SD PPU tengah menyibukan diri bersama rekan-rekannya menyelesaikan tugas sesuai arahan dari ustadzah di sekolah

Manfaat Bangun di Awal Hari

Bangun diawal hari merupakan sebuah perjuangan yang berat dilakukan oleh sebagian orang. Terlebih yang aktifitas masuk kerja mereka dimulai pada pukul 08:00-09:00 pagi.

Stop Duplikasi Kekerasan Pada Anak

Ketika bersama ananda maupun melihat anak orang lain, terkadang terlihat perilaku mereka yang membuat kita tercengang dan segera mengintrospeksi diri dan lingkungan.

Sabtu, 24 Februari 2018

Abi Umi, Tepatilah Janjimu!

sumber gambar: google.com
Bismillah

Tak jarang, kita sebagai orangtua begitu mudahnya megeluarkan janji kepada anak-anak kita. Kebanyakan dengan alasan ingin menenangkan anak-anak agar permintaan mereka bisa ditunda karena berbagai keterbatasan kita sebagi orangtua,baik dari sisi waktu, kesempatan bersama,jarak yang berjauhan hingga kondisi keuangan yang sedang sempit. Dan umumnya janji yang kita ucapkan dihadapan mereka mayoritas berujung pada kebohongan orangtua terhadap anak. Hal ini memiliki konsekuensi yang berakibat fatal pada anak-anak kita. Karena mereka akan mencontoh perilaku buruk dari kita tersebut hingga kelak mereka dewasa. Celakanya lagi ini mampu menyeret kita para orangtua pada neraka karena gagalnya kita dalam menjaga amanah Allah SWT untuk mendidik anak-anak kita dengan sebaik-baiknya,

Janji adalah suatu ucapan yang menyatakan kesediaan dan kesanggupan seseorang atau lebih untuk berbuat sesuatu (seperti berjanji akan memberi sesuatu, berjanji akan datang dan lain-lain), dan janji dapat juga diartikan sebagai pengakuan yang mengikat diri sendiri terhadap suatu ketentuan yang harus ditepati atau dipenuhi.

Allah SWT. telah berfirman dalam (Q.S. Al-Maidah 5 ayat 1):

“Wahai orang-orang yang beriman! Penuhilah janji-janji. Hewan ternak dihalalkan bagimu, kecuali yang akan disebutkan padamu, dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang ihram(haji atau umrah). Sesungguhnya Allah menetapkan hukum sesuai dengan yang Dia kehendaki.”

Dalam pengertian ayat tersebut jelas dikatakan bahwa orag-orang yang beriman harus menepati janji mereka, karena Allah telah menetapkan segala sesuatunya sesuai dengan yang Dia kehendaki dan hal tersebut demi kebaikan manusia.

Islam sebagai dien yang baik dan sempurna selalu mengajarkan umatnya agar senantiasa berakhlak dan bersifat baik. Dan salah satu sifat baik tersebut adalah dengan menepati janji, baik janji terhadap sesama manusia ataupun janji terhadap Allah SWT.

Mengenai hal tersebut Allah SWT telah berfirman di dalam surah (Q.S. An-Nahl 16 ayat 91):

“Dan tepatilah janji dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu melanggar sumpah setelah diikrarkan, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu(terhadap sumpah itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat. 

Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa sebagai umat muslim yang taat kkita harus menepati janji, terutama janji kepada Allah SWT.

Lalu apa keutaaman bagi orang yang menepati janjinya menurut Islam?

Ingkar janji dalam Islam adalah suatu perbuatan tercela dan merupakan ciri-ciri orang munafik dalam Islam. sebagaimana sabda Rasulullah SAW. dalam sebuah hadits :
“Tanda-tanda orang munafik itu ada tiga : apabila berkata ia berdusta, apabila berjanji ia ingkar, dan apabila dipercaya (di beri amanah) ia berkhianat.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Maksud dari hadits tersebut adalah, orang yang suka ingkar janji merupakan golongan orang yang munafik.

Dalam Islam, menepati janji juga memiliki beberapa keutamaan, diantaranya sebagai berikut :

1. Tergolong dalam manusia berakal

Allah SWT. berfirman dalam (QS. Ar-Ra’d 13 ayat 19-20):

“Maka apakah orang yang mengetahui bahwa apa yang diturunkan Tuhan kepadamu adalah kebenaran, sama dengan orang yang buta? Hanya orang berakal yang dapat mengambil pelajaran, yaitu orang yang memenuhi janji Allah dan tidak melanggar perjanjian.” 

Maksud dari ayat tersebut adalah orang yang menepati janji merupakan orang yang berakal dan dapat mengambil pelajaran dari apa yang telah Allah turunkan kepada umatnya.

2.Termasuk golongan Nabi Muhammad SAW.

Rasulullah SAW. bersabda :
“Orang yang merendahkan orang-orang Mukmin dan yang berjanji namun tidak menepati janjinya, mereka bukanlah golonganku dan aku bukanlah dari golongan mereka.” (HR. Muslim)

Dalam hadits tersebut dijelaskan bahwa orang yang suka merendahkan orang lain dan mengingkari janji, bukan termasuk golongan Rasulullah SAW.

3. Mendapat kepercayaan

Orang yang senantiasa menepati janjinya maka ucapannya dapat dipercaya, sehingga orang tidak akan meragukan ucapan-ucapannya dan memberikan kepercayaan padanya. Misalnya teladan Rasulullah SAW : semasa hidupnya beliau merupakan orang yang selalu amanah, maka dari itu Khadijah binti Khuwailid tidak ragu untuk mempercayakan barang dagangannya kepada Rasulullah SAW. untuk dijual.

4. Menjadikan Allah dan Rasul sebagai teladan

Dalam (QS. Ar-Rum 30 ayat 6), Allah SWT. berfirman :


“Sebagai janji yang sebenar-benarnya dari Allah. Allah tidak akan menyalahi janji-Nya, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya.”

Allah selalu menepati janji yang dia berikan kepada umatnya yang bertakwa dan taat kepada-Nya.

5. Menempati Surga Firdaus

Allah SWT. berfirman dalam (QS. Al-Mu’minun 23 ayat 8-11) :




“Dan (sungguh beruntung) orang yang memelihara amanah-amanah dan janjinya, serta orang-orang yang memelihara shalatnya. Mereka itulah orang yang akan mewarisi, (yakni) yang akan mewarisii surga Firdaus. Mereka kekal didalamnya.”

Dalam pengertian ayat diatas mengatakan, bahwa orang yang selalu menepati janji dan menjaga shalatnya merupakan orang yang akan mewarisi surga Firdaus, dan mereka kekal didalamnya.

6. Bukan golongan orang munafik

Orang yang suka ingkar janji dalam Islam termasuk kedalam golongan orang yang munafik, seperti yang dikatakan dalam hadits  berikut :
 “Tanda-tanda orang munafik itu ada tiga : apabila berkata ia berdusta, apabila berjanji ia ingkar, dan apabila dipercaya (di beri amanah) ia berkhianat.” (HR. Bukhari dan Muslim)

7. Termasuk golongan orang bertakwa

Allah SWT berfirman (QS. Ali Imran 3 ayat 76):


“Sebenarnya barang siapa menepati janji dan bertakwa, maka sungguh, Allah mencintai orang-orang yang bertakwa.” 

Menepati janji merupakan salah satu sifat orang yang bertakwa. Dan sesungguhnya Allah SWT. menyukai orang-orang yang bertakwa.

8. Tidak dimintai pertanggungjawaban baik di akhirat maupun di dunia

Allah SWT. berfirman dalam (QS. Al-Isra’ 17 ayat 34) :


“Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih baik (bermanfaat) sampai dia dewasa, dan penuhilah janji, karena janji itu pasti dimintai pertanggungjawabannya.”

Dalam ayat tersebut ada kalimat yang mengatakan ‘dan penuhilah janji, karena janji itu dimintai pertanggungjawaban’, maksudnya adalah setiap janji yang dibuat lalu diingkari, kelak diakhirat janji tersebut akan dipertanyakan oleh malaikat dan kita akan dimintai pertanggung jawaban atas janji-janji yang tidak ditepati.

Sebagai muslim yang baik sebaiknya kita selalu mengikuti apa yang telah Allah turunkan dan ajarkan melalui sumber syariat Islam dan dasar hukum Islam. Dan akan lebih baik jika kita juga menjadikan kisah teladan Nabi Muhammad SAW. sebagai panutan dalam hidup, agar senantiasa berakhlak dan bersifat baik seperti beliau.

Naah, abi wa ummi mulai sekarang berhati-hatilah dalam mengucapkan janji. Berpikir dulu secara matang sebelum berjanji dan selalu kreatif dalam menenangkan anak. Tidak semua keinginannya harus kita penuhi. Dan kalau sudah berjanji harus ditepati ya, sesulit dan seberat apapun itu agar anak kita menjadi pribadi yang tepat janji. Mintalah anak untuk mengingatkan kita jika memang kita sudah berjanji. Agar tak jadi malapetaka di akhirat nanti. Jangan berjanji jika tidak mampu memenuhi. Wallahu a’lam bi ahshowab..[SA]

Sumber : dalamislam.com

Like dan Share : FB Homeschooling PPU
Email : hsgkuppu@gmail.com
Telp/WA : 0853 4848 9448 (Faiz Abdillah)


Donasi, Infaq, Shodaqoh serta Dukungan dari ayah bunda untuk HSG PPU silahan klik: DONASI

Selasa, 13 Februari 2018

Tahapan mengajarkan Anak Shalat

sumber gambar: google.com

Bismillah

1)   Tingkatan perintah untuk shalat
Orang tua mulai memberi perintah untuk shalat. Anak diajak shalat bersama ketika anak sudah mulai mengerti dan mengetahui mana arah kanan dan kiri. Sebagaimana di riwayatkan oleh Ath-Thabrani dari Abdullah bin Habib bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Apabila seorang anak dapat membedakan mana kanan dan kiri, maka perintahkanlah dia untuk mengerjakan shalat.”

2)   Tingkatan mengakjarkan shalat pada anak
Orang tua mengajarkan rukun-rukun shalat, kewajiban-kewajibanya dan pembatal-pembatalnya. Diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Sabroh bin Ma’bad al Juhani RA., Rasulullah SAW bersabda: “Perintahkanlah anak kecil untuk shalat apabila sudah berusia 7 tahun. Apabila sudah mencapai usia 10 tahun, maka pukullah untuk shalat.”

3)   Tingkatan perintah untuk shalat di sertai ancaman pukulan
Ini di mulai usia 10 tahun. Apabila meninggalkan shalat atau bermalas-malasan maka orang tua boleh memukulnya sebagai hukuman baginya karena tidak menunaikan hak dirinya sendiri dan kezalimannya mengikuti syaithon.

4)   Melatih anak untuk ikut shalat jum'at
Dari Jabir bin Abdillah RA. Bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “ Barang siapa beriman kepada Allah  dan hari akhir, maka dia harus melaksanakan shalat jumat, kecuali orang yang sedang sakit, orang yang sedang dalam perjalanan, wanita, anak kecil atau budak. Barang siapa yang merasa tidak membutuhkannya dengan perbuatan sia-sia atau perdagangan, maka ketahuilah bahwa Allah sama seklai tidak membutuhkannya. Allah Maha kaya lagi Maha Terpuji.”

Dengan melatih anak sholat jum'at maka jika dia sudah baligh membuatnya sudah terbiasa melakukannya. Begitupun dengan dampak positif ketika dia mendengar khutbah jum'at. Dengan terbiasa berkumpulnya kaum Muslimin dan dapat merasakan menjadi bagian dari masyarakat serta telah mengenal para ulama dan da'i yang memiliki pengaruh besar, dan lain sebagainya.

5)   Mengajak anak untuk melaksanakan shalat malam
Anak-anak para sahabat tidak cukup hanya mendirikan shalat lima waktu, mereka juga masih menambah dengan shalat malam, sebagaimana yang di lakukan oleh Ibnu Abbas RA. Diriwayatkan oleh Bukari dari Ibnu Abbas RA:

Aku menginap di rumah bibiku, Maimunah binti Al harits, istri Nabi SAW. Nabi SAW malam itu berada dirumahnya. Nabi SAW shalat Isya’. Kemudian, beliau ulang dan mengerjakan shalat 4 rakaat. Setelah itu beliau tidur. Kemudian beliau bangun dan bersabda, “ Anak ini sudah tidur.” Atau kalimat yang mirip dengannya. Kemudian, beliau berdiri dan shalat. Aku pun berdiri disamping kiri beliau. Lalu Beliau memindahkanku ke samping kanan beliau. Beliau shalat 5 rakaat. Kemudian meneruskannya dengan shalat 2  rakaat. Setelah itu, Beliau tidur sampai aku mendengar dengkur Beliau. Kemudian Beliau pergi untuk shalat (subuh).

6)   Membiasakan anak melakukan shalat Istikhoroh
Di riwayatkan oleh Ibnu Sunni, bahwasanya Nabi SAW bersabda : “Wahai Anas, apabila engkau merasa bimbang tentang suatu masalah, maka  mintalah pendapat (shalat istikhoroh) kepada Rabbmu sebanyak 7 kali. Kemudian, lihat apa yang terlintas di hatimu. Sebab, di sanalah ada kebaikan.”

7)   Menemani anak ketika Shalat Hari Raya
Dari Abdullah bin Umar ra, Bahwasanya Rasulullah SAW biasa pergi untuk shalat Hari Raya bersama Al Fadl bin Abbas, Abdullah bin Abbas, Ali, JA’far, Al Hasan, Al Husain, Usamah bin Zaid, Zaid bin Haritsah, Aiman bin Ummi Aiman sambil membaca tahlil dan takbir dengan suara tinggi. Beliau mengambil jalan  Hadadain hingga sampai di tempat shalat. Setelah selesai shalat, beliau mengambil jalan menyamping hingga samapi dirumah beliau. Diriwaytakan oleh Ibnu Khuzaimah dalam shohihnya (2/343). Pentahqiq, Musthofa Al-A’zhomi berkata “sanadnya dhoif”.[SA]

Disadur dari Manhaj at Tarbiyah an Nabawiyah lith thifl .
Like dan Share : FB Homeschooling PPU
Email : hsgkuppu@gmail.com
Telp/WA : 0853 4848 9448 (Faiz Abdillah)


Donasi, Infaq, Shodaqoh serta Dukungan dari ayah bunda untuk HSG PPU silahan klik: DONASI

Menghukum Anak, Haruskah?

Sumber gambar: google.com
Bismillah

Menghukum anak bukan perkara mudah. Namun juga ketika anak-anak tidak kita kenalkan atau didik dengan aturan, dapat membuat anak kita sulit untuk mengendalikan diri. Padahal untuk hidup tentram atau selamat dunia akhirat tentunya harus terikat aturan. Yaitu aturan Allah SWT. Mulai dari hal yang terkait diri sendiri seperti akhlaq makanan, minuman dan pakaian sampai masalah negara.  Namun demikian, ketika memberi hukuman yang tidak tepat, baik jenis hukuman maupun kapan memberikannya, maka anak dapat merasa dilecehkan ataupun diperlakukan tidak adil. Anak juga bisa menjadi anak yang minderan, penakut bahkan pengecut. Ataupun Timbul anggapan bahwa orangtuanya kejam, sewenang-wenang, seenaknya sendiri dan sebagainya.  Maka ada beberapa hal antara lain yang harus diperhatikan dalam memberikan hukuman :
  • Menghukum harus dipahami dalam rangka mendidik anak agar memiliki sikap yang baik menurut standar islam. Anak harus mengerti bahwa  alasan dia mendapatkan hukuman sehingga memahami apa yang seharusnya dilakukannya. Dia akan berusaha memperbaiki dirinya. Orangtua pun harus mampu bersikap tulus untuk ketika anak sudah mennunjukkan penyesalan atas kesalahannya.

  • Memberi hukuman dalam rangka mendidik anak bahwa setiap perbuatan mempunyai konsekuensi.Hal ini membutuhkan kemampuan orangtua untuk memahamkan anak mengenai akibat dari perbuatan yang dilakukannya  sesuai usia anak. Demikian juga kesabaran yang banyak. Jangan sampai karena jengkel malah justru memberikan hukuman yang justru mempermalukan anak. Sehingga hal ini akan berdampa kepada nak di masa yang akn datang.

  • Menghukum anak bukanlah tempat pelampiasan rasa kesal atau luapan emosi. Jika kita terbiasa bertindak karena didorong rasa mara belaka, akan mempengaruhi penerimaan anak. Anak akan sulit memahami apa yang menjadi kesalahannya yang sebenarnya. Seberapa berat konsekuensi dari kesalahannya. Karena kita tidak konsisten dengan hukuman. Hukuman berlaku ketika emosi buka karena level kesalahan yang dilakukan. Maka kita harus meluruskan niat dan mnjernihkan pikiran kita ketika hendak menghukum anak.
  • Ketika menghukum, dahulukan kasih sayang sebelum kemarahan.Kita harus menunjukkan bahwa kita menghukum karena sayang. Terutama keinginan kita untuk berkumpul kembali bersama mereka di syurga Allah swt kelak. Hal ini dapat kita lakukan dengan bahsa tubuh, merangkulnya, mengelus kepalanya dan sebagainya.

  • Menghukum anak bukan berarti menyakiti anak. Menyakiti dalam artian mebuatnya sakit hati ataupun fisiknya tersakiti. Ini bisa terjadi dengan kejelekan lisan kita dengan mengeluarkan cacian, celaan, ancaman, omelan yang memojokkan dirinya. Maka ini harus kita sadari sebagai sebuah kesalahan besar yang telah menorehkan luka lebar dalam jiwanya. Apalgi sampai menyakiti fisiknya. Tentunya haruslah mengikuti tuntunan hukum syara’  yaitu setelah samapi di usia 10 tahun, tidak berbekas, tidak diwajah, ditempat yang tidak meyakitkan dan tidak tampak oleh orang lian serta untuk hal-hal yang terkait dengan maksiyat kepada Allah swt. Menyakiti fisik juga merupakan langkah terakhir untuk dilakukan ketika kita melihat suri tauladan dari Rasulullah saw.
Demikian beberapa hal yang harus kita perhatikan dalam mendidik anak dengan hukuman.  Rasulullah SAW lah satu-satunya teladan bagi kita untuk menghasilkan generasi gemilang. Rasulullah SAW senantiasa menghormati hak termasuk anak-anak. Mampu bersikap tegas jika terkait halal haram dan hak orang lain. Termasuk mampu menyikapi anak dengan lunak dan lapang dada terhadap keterbatasan anak. Sehingga anak mampu belajar menghormati orang lain dan menjaga hak orang lain karena mereka menemukan polanya melalui teladan dan pemahaman yang kita tanamkan termasuk dengan adanya pemberian hukuman.
Semoga bermanfaat….

Wallahua’lam bi Ashshowab. [SA]

Inspirasi artikel diambil dari salah satu buku M Faudzil Adhim

Like dan Share : FB Homeschooling PPU
Email : hsgkuppu@gmail.com
Telp/WA : 0853 4848 9448 (Faiz Abdillah)


Donasi, Infaq, Shodaqoh serta Dukungan dari ayah bunda untuk HSG PPU silahan klik: DONASI